Tuesday, June 5, 2012

Hati Ikhlas Pak Haji Zein

Hati Ikhlas Pak Haji Zein


            Dini hari itu, saat aku sedang mengambil wudhu untuk salat subuh, nada sambung handphone berbunyi.  Siapa ya yang menelpon ku jam segini?  Tanya ku saat itu ketika mengambil wudhu.
            Ketika akan ku jawab telepon yang masuk, nada sambung sudah berhenti. Sewaktu aku lihat layar handphone, ternyata itu telepon dari bapak. Ada apa ya bapak menelpon jam segini? Ada sedikit perasaan cemas yang muncul.
            Baru saja aku akan telpon balik ke nomor bapak, ada SMS yang masuk. Ternyata dari bapak. Isi pesannya begitu singkat:
            Basir, Pak Haji Zein meninggal malam tadi.
            Pak Haji Zein, guru mengaji ku sewaktu kecil telah wafat.
            … … … …

Aku teringat saat-saat itu
            Antrian anak-anak yang akan mengaji sudah memanjang, ternyata aku sedikit terlambat. Ini gara-gara ibu memaksa ku untuk makan dulu setelah salat maghrib tadi. Padahal kan makan nanti saja habis mengaji bisa. Huff.
            Segera aku duduk di antrian paling belakang, sambil membawa Al Qur’an ku. Hari ini pak Haji mengajar ngaji sendiri, mungkin anak-anaknya belum pulang sekolah. Kalau satu orang mengaji perlu waktu 10 menit, dengan sebanyak ini anak yang mengantri, ah, bakal pulang jam berapa aku malam ini. Padahal aku sudah tidak sabar untuk main CD game Play Station yang baru aku beli.
            Sudah sebulan aku masuk tahap ketiga metode pengajian pak Haji. Sekarang aku sudah boleh membaca kitab Al-Qur’an setelah menyelesaikan bacaan Juz Amma dan buku Iqro. Aku sudah tidak sabar untuk segera bisa khatam Al-Qur’an biar nanti memasuki bulan ramadhan saat penutupan pengajian menjadi salah satu penerima hadiah dari pak haji, di depan bapak ibu. Ah, pasti membanggakan sekali.
            Sekarang bulan Januari, puasa ramadhan tahun ini ada di bulan Desember, berarti aku punya waktu 10 bulan. Sempat tidak ya? Ah, menyesal aku kemarin-kemarin sering bolos mengaji.
            … … …

            Itu adalah sepenggal ingatan masa kecil ku, saat aku mengaji kepada Pak Haji Zein, guru ngaji yang rumahnya bersebalahan dengan rumah keluarga ku.  Aku mengaji setiap hari sehabis salat magrib berjamaah di masjid, kecuali malam jumat saat pengajian diliburkan atau saat Pak Haji Zein sedang sakit. Hujan pun jarang menjadi penghalang, karena rumah beliau hanya berjarak 5 meter dari rumah keluarga ku.
            Satu-satunya penghalang niat ku saat itu cuma satu, game Play Station (PS). Saat itu PS sedang begitu digemari anak seusia ku.  Saking gemarnya, bermain PS bisa menjadi alasan untuk kami mangkir sekolah, salat di masjid, hingga mengaji.  Sampai akhirnya, pada suatu kesepakatan (dengan ancaman bahwa PS ku akan di jual ke tukang loak oleh bapak), aku sepakat untuk selalu mengerjakan tugas, salat 5 waktu dan pergi mengaji asal tetap diizinkan main PS.
            Begitulah, sejak ada kesepakatan aku dengan orang tua, aku jadi rutin mengaji, walau sering juga jadi buru-buru karena ingin segera pulang main PS.  Tapi, mungkin setelah tahu kebiasaan ku buru-buru ini, atau mungkin karena laporan bapak ibu, pak Haji malah sengaja memperbanyak ayat yang aku harus baca. Padahal biasanya, tiap anak yang mengaji itu paling 2-3 tanda ع ( ain* ), itu 10-25 ayat. Tapi giliran ku, itu bisa jadi 5 ain, berarti sekitar 50 ayat. Itu bisa memakan waktu setengah jam dengan kemampuan membaca Al-Qur’an ku saat itu.  Awalnya berat dan mengesalkan sekali, namun ternyata lama kelamaan aku malah jadi terbiasa.
            Metode ngajar pak Haji sederhana sekali. Kami memulainya dengan membaca buku Iqro, dasar-dasar huruf arab (huruf hijaiyah) dengan tingkatan 1-6 yang terus meningkat kesulitannya. Bisa dibilang Iqro adalah materi dasar sebelum kami bisa membaca ayat dalam surat-surat di Al-Qur’an.
            Sehabis menamatkan tingkatan 6 pada buku Iqro, kami mulai membaca Juz Amma. Juz Amma itu adalah kumpulan surat-surat pendek yang ada di Al-Qur’an, semacam An-Naas, Al Ghasiyah dan seterusnya. Disini kami mulai melafalkan huruf-huruf hijaiyah yang kami baca pada setiap ayat. Di tingkatan ini pula Pak Haji Zein, atau anak beliau yang menggantikan, dengan tegas mulai menuntun kami untuk membaca dan melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar.
            Ini ayat-ayat Al-Qur’an yang kamu baca ada artinya masing-masing ! kalau kamu membacanya sembarangan begitu, artinya akan beda !
            Itu salah satu kalimat yang aku ingat dilantangkan beliau ketika aku kurang tepat membaca ayat Al-Qur’an.  Waktu itu, aku merasa pak Haji terlalu galak untuk anak seusia ku. Pernah suatu kali aku pulang dalam keadaan menangis kerumah sehabis dimarahi pak Haji.
            Salah satu bagian menyenangkan dari mengaji di tempat Pak Haji Zein, adalah aku bisa bertemu teman-teman ku di sekolah, di kampung, atau kenalan baru di pengajian. Disitu kami bisa ribut tentang banyak hal, mulai dari game PS yang sedang kami mainkan, hingga jajanan (snack)  tertentu yang saat itu begitu digemari anak-anak. Saat itu aku inget sekali, ada snack yang hadiahnya adalah potongan puzzle, nah kalo potongan itu lengkap, kita bisa mengirimkannya dan mendapatkan hadiah mainan. Saat itu kita sering jadi ribut di pengajian karena bertukar puzzle sambil menunggu giliran mengaji. Pak Haji Zein pernah marah dan mengusir kami semua anak laki-laki  yang ribut di pengajian waktu bertukar puzzle itu. Para anak perempuan senang sekali kami dimarahi, mereka tertawa cekikikkan.
            Hal lain yang seru adalah Pak Haji Zein punya pohon kesemek yang tumbuh di pekarangan rumah nya. Kesemek adalah buah berukuran kecil dan berwarna hijau berasa asam.  Kalau lagi musim berbuah, sejak sore kami sudah datang ke pengajian untuk memetik atau memunguti buah kesemek.  Ribut dan berantakan sekali, dan Pak Haji Zein tentu pada akhirnya marah,
            Di sepanjang jadwal pengajian, yang berlangsung hampir setahun penuh, juga akam ada banyak kegiatan. Misalnya lomba membaca Al-Qur’an, lomba mewarnai, lomba azan, hingga lomba pidato. Hadiahnya sih memang sederhana, hanya snack dan berbagai keperluan sekolah.  Tapi momen di saat kami tampil di depan banyak orang, termasuk orang tua kami itu, selalu menjadi momen yang berkesan.  Kami bisa saja memukau di atas panggung, atau malah hanya terpaku diam, paling parah ada yang menangis karena malu, tapi apapun yang kami lakukan di atas panggung, Pak Haji Zein senantiasa menyemangati kami untuk tampil sebaik mungkin.  Di satu kesempatan aku pernah menjadi juara 3 lomba membaca Al-Qur’an, saat itu hingga berminggu-minggu kemudian aku bangga sekali menceritakannya lagi dan lagi ke orang tua dan teman-teman.
            Menjelang bulan ramadhan, biasanya akan diadakan penutupan pengajian.  Pengajian Pak Haji Zein justru ditutup saat bulan ramadhan. Sewaktu penutupan pengajian diadakan, kami senang sekali, entah karena akan ada berbagai pertunjukkan, atau karena bisa libur sejenak dari omelan Pak Haji Zein. Bulan puasa pula.  Acara penutupan berisi berbagai pertunjukkan seni yang dilakukan anak-anak pengajian.  Aku ingat dalam satu kali kesempatan ikut satu tarian dalam kelompok marawis, tarian Magadir namanya. Tarian itu seru sekali.  Apakah kau juga tahu tarian Magadir itu?
            Aku mengaji di Pak Haji Zein hingga kelas 2 SMP, setelah itu entah mengapa dengan sendirinya intensitas mengaji ku berkurang hingga menjadi tidak sama sekali.  Mungkin karena jadwal dan tugas-tugas sekolah ku yang makin banyak, atau karena mainan ku makin banyak. Orang tua bukannya tidak menghimbau, tapi lama-kelamaan mereka bosan dengan kemalasan ku. Yah, aku memang tetap mengaji, sesekali, walau tidak di Pak Haji Zein. Hasilnya tentu berbeda, karena di pak Haji kami juga diajari membaca dengan baik dan dengan arahan yang jelas.
            … … …

            Setelah masuk SMA, aku malah sudah tidak mengaji di Pak Haji Zein sama sekali. Jam pulang sekolah ku saat itu sore sekali, waktu ku juga habis di perjalanan pulang yang begitu macet.  Hingga ketika sampai rumah yang tersisa hanya perasaan lelah dan keinginan untuk langsung tidur yang begitu kuat.  Nampaknya bukan aku saja yang menjadi enggan begini, karena sesekali sewaktu melewati rumah Pak Haji Zein saat pulang sekolah, aku lihat jumlah anak-anak yang mengaji semakin sedikit saja.
            Sering kali saat aku sudah dewasa aku berpikir, apa motivasi Pak Haji Zein untuk mengajar ngaji anak-anak kampung ini ?. Setahuku beliau sama sekali tidak dibayar.  Seingat ku tidak pernah sekalipun kami dimintai bayaran entah itu bulanan atau tahunan untuk kegiatan mengaji.  Memang secara ekonomi Pak Haji Zein terhitung orang yang berkecukupan hasil dari kontrakan yang beliau miliki.  Anak-anak Pak Haji Zein pun semuanya mampu menempuh pendidikan tinggi. Apakah kemudian Pak Haji Zein tidak lagi membutuhkan uang dari warga kampung untuk mengajari anak-anak mengaji ?. 
Uang hanya orang tua anak pengajian keluarkan saat menjelang acara penutupan atau lomba.  Uang itu bisa dibilang  kembali lagi kepada kami anak-anak pengajian melalui berbagai macam hadiah.   Dari segi waktu, untuk mengajar ngaji, Pak Haji Zein meluangkan waktu cukup banyak. Saat aku dulu mengaji, setidaknya dalam satu hari jumlah anak yang mengaji bisa mencapai seratusan. Anak-anak itu tidak hanya datang dari kampung ku, tapi juga dari kampung-kampung sebelah. Pak Haji Zein tidak pernah melarang mereka ikut mengaji, semuanya boleh datang. Semuanya boleh belajar.  Dalam berbagai kesempatan tidak hanya anak-anak yang datang mengaji kepada beliau namun juga orang dewasa. Semuanya dilayani oleh pak Haji dengan telaten.
            Kalau memang benar ilmu yang diamalkan adalah bagian dari amal yang tidak pernah putus pahalanya, pahala Pak Haji Zein pasti sudah sedemikian banyak. Entah sudah berapa generasi yang diajarkan mengaji oleh beliau, karena kata bapak ku, bahkan kakak sulung ku yang berjarak 15 tahun dari ku saja sudah diajari ngaji oleh Pak Haji Zein.  Itu kah yang membuat Pak Haji Zein tampak begitu bahagia dengan kehidupannya ? karena ilmu-ilmu yang diamalkan itu ?.
            Tidak hanya di pengajian, di masjid kampung ku pun Pak Haji Zein aktif mengabdi pada masyarakat dan agama Islam.  Setiap subuh, kecuali saat berhalangan sakit, pasti beliau yang menjadi imam salat para jamaah. Saat dilaksanakan salat jenazah, beliau pun sering didaulat menjadi imam.  Bahkan untuk berkeliling shaf salat untuk memintakan sedekah dari para jamaah.  Aku ingat sekali setiap momen itu, saat Pak Haji Zein bergerak dari satu shaf ke shaf yang lain dengan membawa kain berwarna hijau tempat para jamaah memasukkan uang sedekahnya. 
            Kabar wafatnya Pak Haji Zein memang menyesakkan hati.  Sekarang saat pak Hai Zein sudah berpulang, siapa yang akan melakukan semua hal itu ? siapa yang bisa menjadi sedemikian ikhlas seperti beliau ?.
            Di masa sekarang, padahal kondisi sosial masyarakat terutama anak-anaknya begitu memprihatinkan.  Sudah umum melihat anak-anak kecil bergerombol nongkrong di pinggir jalan melakukan hal yang tidak jelas manfaatnya; merokok, pacaran, mengganggu ketertiban masyarakat.  Biasa sekali kita melihat anak-anak kecil kita pulang larut malam entah habis melakukan apa. Belum lagi anak-anak kita yang terjebak dalam dunia fantasi di warnet-warnet.  Kita menghimbau, kita marah, kita kesal, kita memukul, tapi itu percuma. Karena batin mereka sudah terlanjur terisi hal-hal merusak. Haus akan nilai spiritual dari mengaji dan salat berjamaah.   Pikiran mereka kosong akan hal-hal yang menyehatkan jiwa.
            Siapa lagi yang akan mengajar mengaji sekarang ? membersihkan pikiran dan jiwa anak-anak kecil kampung kami?  meluangkan waktu mengajarkan kalam-kalam Tuhan tanpa pamrih ?.  Sungguh besar jasa Pak Haji Zein memperbaiki jiwa entah berapa generasi warga kampung dari kemudharatan, dari hal-hal negatif kemajuan zaman.
            Banyak pasti yang bisa mengaji sama atau lebih baik dari Pak Haji Zein, namun adakah yang mau mengajarnya secara sukarela seikhlas beliau?  Dan kadang aku merasa tidak enak hat karena aku dan remaja seusia ku juga tidak mampu berbuat banyak untuk masyarakat.  Entah dengan alasan kesibukan atau memang tidak mau.  Padahal di kampus atau sekolah kami, kami mengadang-ngadang tentang pengabdian masyarakat dan segala tetek bengek nya.
            Sekarang, saat di kamar ku tidak lagi terdengar alunan mengaji anak-anak dari pengajian Pak Haji Zein, aku sering terbayang wajah Pak Haji Zein duduk di depan ku mengajarkan mengaji:  
            Iqra’ bismi rabbikallazi khalaq  ( Bacalah atas nama Tuhan mu yang menciptakan.. )
            Terima kasih Pak Haji Zein… Semoga Pak Haji ditempatkan di surga-Nya yang terbaik. Amin…
  • Stumble This
  • Fav This With Technorati
  • Add To Del.icio.us
  • Digg This
  • Add To Facebook
  • Add To Yahoo

0 comments:

Post a Comment